Selasa, 16 November 2010

Sahabat jangan kau pergi





Am                   G
Hidup ku terasa indah….
            F          Em
Karena kehadiran mereka…
Am                   G                     F               Em
yang dulu hariku hampa… berubah jadi bahagia…
            Am                   G         F                      Em
Yang dulu menyakitkan… berubah jadi kebahagiaan…

            Am                   G
Kubahagia bila ku ingat semua…
       F                                  Em
Canda tawa yang kita lanturkan bersama..
            Am                       G
Sungguh takkan tergantikan semua…
   F                               Em
Apa yang pernah mereka berikan…

Am                               G
Sahabat…. Jangan pernah kau pergi….
        F                      Em
Tinggalkan… aku sendiri….
         Am                G
Karena hanya kalian yang bisa..
            F              Em
Membuat… aku bahagia…..

Senin, 15 November 2010

my plend _ smillers _



















HATI IBU

Aku melangkah tergesa. Tak sabar agar segera sampai di rumah. Dalam benakku tergambar senyum mengambang di bibir Ayah. Membayangkan senyum Ayah kedua kaki jenjangku semakin gesit berloncatan.
“Aku menang lomba menulis cerpen, yah,” ucapku begitu menginjak teras sambil memamerkan piala di tanganku.
Ayah menurunkan koran yang sedang dibacanya lalu menatapku sebentar, setelah itu membaca lagi.
Melihat wajah datar Ayah senyum di bibirku surut. Bergegas aku masuk rumah, menemui ibu.
“Ibu,” panggilku.
Tidak ada jawaban.
“Ibu,” ulangku.
Masih bisu. Kucari ke kamar, tak ada, di dapur aku juga tak menemukan ibu.
Kutinggalkan dapur lalu masuk kamar. Kutaruh piala kuning keemasan itu di atas meja belajarku. Kurebahkan tubuh di kasur sambil memejamkan mata. Tapi baru beberapa menit aku rebahan sepasang telingaku mendengar suara ibu dari luar.
“Dira mau hadiah apa?”
“Dira minta dibelikan sepeda motor,” suara Dira, kakakku.
“Keinginanmu nanti ibu sampaikan pada ayah,” sahut ibu.
“Dengan atau tanpa persetujuan ayah Dira harus punya motor,” Dira ngotot.
Pelan-pelan kuseret langkah ke luar kamar. “Ibu, dari mana?” tanyaku.
“Dari MP. Dira juara satu lomba fashion di Mall Pekanbaru,” kata ibu dengan mata berbinar.
Aku tersenyum sambil menyalami Dira.
“Itu apa?” tanya ibu melihat piala di tanganku.
“Farah juara dua lomba menulis cerpen antar fakultas,” kataku.
Ibu diam.
“Boleh di pajang di lemari depan, Bu?”
Ibu menggeleng, “Disimpan di kamar saja. Lemari depan khusus tempat piala-piala milik Dira,” tegas ibu.
Ada perih di ujung hatiku.
***
Beberapa hari setelah kejadian itu aku membawa satu tas besar pakaian untuk menginap di kost Ummu, teman serujusanku. Jarak kost Ummu hanya beberapa meter dari kampus.
“Sudah bilang sama ibu mau nginap di sini?” tanya Ummu.
Aku menggeleng, “Ibu tidak akan kehilangan meskipun aku mati.”
“Jangan bicara seperti itu.”
“Ibu baru ribut kalau Dira yang hilang.”
“Jangan terus kau pupuk cemburumu.”
“Aku tak akan cemburu andai mereka tak pilih kasih.”
“Mungkin seperti itu cara mereka menyayangi kalian.”
“Entah,” kataku malas.
Aku membalikkan tubuh memunggungi Ummu. Diam-diam kuseka mataku yang basah.
***
Seperti dugaanku ibu tak peduli meski aku tak pulang berhari-hari. Ayah pun tak risau meski anak gadisnya tak memberi kabar.
“Ummu, aku minta izin untuk tinggal di sini satu minggu lagi,” kataku setelah beberapa hari berselang.
“Aku boleh saja. Tapi kau kasih kabar dulu ke ortu,” sahut Ummu.
“Tak perlu, Mu.”
Melihat kerasku Ummu tak bersuara. Aku bertekad akan pulang jika ibu menjemput dan memintaku pulang dengan penuh kelembutan. Seperti yang ibu lakukan beberapa tahun yang lalu terhadap Dira, saat gadis itu ikut kemah bersama organisasi pramukanya di tengah hutan. Saat berhari-hari Dira tak pulang ibu luar biasa panik. Kemudian ibu meminta ayah menyusul Dira. Ketika tiba di rumah Dira disambut bagai ratu, syukuran besar-besaran lagi-lagi digelar karena tak terjadi apa-apa terhadap gadis tinggi semampai itu.
Saat ingatanku menerobos ke masa lalu tiba-tiba handphoneku bergetar, nomor rumah. Aku berharap itu ibu.
“Ibu masuk rumah sakit, Non,” terdengar suara Bik Warsih, pembantu di rumah kami.
“Kapan? Kenapa?” tanyaku bertubi-tubi.
“Sejak dua hari yang lalu…”
“Kenapa saya baru dihubungi sekarang?” potongku.
“Nomor non Farah tidak bisa dihubungi dari kemarin.”
Aku menelan ludah pahit. Menyesal mematikan handpone selama dua hari ini. Begitu sambungan ditutup aku bergegas ke rumah sakit.
Saat tiba di ruangan icu kulihat tubuh ibu dibalut selang infuse. Aku menangis melihat kondisi ibu.
“Ibu sakit apa?” tanyaku pada ayah yang memegangi lengan ibu.
“Dua hari yang lalu kaki ibu terpeleset saat mau ke luar kamar mandi.”
“Lalu…” kejarku tak sabar.
Ayah diam sambil menyeka matanya yang basah. Aku menunggu.
“Kepala ibu pecah, darah menyembur, dokter bilang ibu harus dioperasi. Tetapi sejak dioperasi ibu belum sadar sampai sekarang.”
Aku merinding mendengarnya.
***
Ini sudah memasuki pekan kedua, tapi kondisi ibu tidak ada memperlihatkan perkembangan berarti.
Kugenggam jemari ibu erat-erat. Pelan tangan itu bergerak. Aku tersentak. Kulihat bibir ibu juga bergerak. Seperti mengeluarkan suara meski tak jelas. Kudekatkan telingaku ke bibir ibu.
“Farah,” ucap ibu.
Aku tak yakin pada pendengaranku.
Hening. Aku semakin mendekatkan telingaku, menunggu perempuan itu memanggilku. Tapi mulut itu tak lagi bersuara. Namun rasa gembira tetap menyergapku.
“Dimana Dira dan ayahmu?” ibu bertanya tiba-tiba.
“Mereka di luar, biar…” gegas aku beranjak dari pembaringan ibu.
“Jangan!” cegah ibu.
Aku berbalik.
“Saat ini ibu ingin berdua saja denganmu.”
Aku menoleh. Menduga-duga. Kulihat wanita itu menarik nafas.
“Ibu tahu kau cemburu pada Dira. Ibu tak pernah merayakan apapun saat kau meraih sesuatu.”
Sunyi sesaat.
“Ketahuilah, Nak. Biaya syukuran itu mahal, itulah sebabnya ibu hanya membuatnya untuk Dira,” kata ibu dengan mata bertelaga.
Aku diam saja.
“Jika perhatian ibu lebih besar pada Dira karena menurut ibu Dira tak sekuat kau.”
“Ibu menyayangiku?” tanyaku dengan suara bergetar.
Ibu tak segera menjawab. Pelan wanita itu bangkit seraya memelukku, “Tak ada orang tua yang tak sayang anaknya,” ucap ibu diantara isaknya.
Meski semula enggan, pelan-pelan aku membalas pelukan ibu. Beberapa saat tak ada suara. Kurasakan ibu semakin mempererat pelukannya. Lama. Namun saat aku melerai pelukan, kudapati ibu tak lagi bergerak. Tubuhnya sedingin es.
***
Hari ini 28 Desember. Hari jadi ibu. Gundukan tanah di depanku masih merah. Kuelus nisan ibu. Mengingat saat-saat terakhir bersama ibu setumpuk cemburuku pada Dira lenyap. Pelan kutengadahkan wajah menatap langit, dalam diam aku berdoa agar langit menjaga ibu dari atas, “Selamat ulang tahu, Bu,” bisikku.
* Desi Sommalia Gustina
Mahasiswi UIR, Pekanbaru.

Putri langit

Ada bulan di atas atap rumah ketika Putri Langit datang menemui Supria yang sedang tertidur di samping istrinya.
"Untung kamu datang, Putri," sambut Supria di dalam mimpinya. "Sudah lama aku menunggumu. Ke mana saja kamu, Putri? Aku gelisah sejak sore tadi," lanjut Supria dengan hati girang.
"Aku menemui orang-orang yang dirundung galau sepertimu. Mereka semua meminta aku berkunjung," sahut Putri Langit sesaat setelah turun dari langit dengan mengendarai selendang kabut.
"Bukankah kamu pernah berikrar untuk lebih memperhatikan aku ketimbang yang lain?" tuntut Supria lembut. "Bukankah begitu, Putri?"
"Benar. Perhatianku pada kamu melebihi yang lainnya. Tapi, bukankah seharusnya kamu mencurahkan perhatianmu pada kepentingan keluargamu - anak dan istri, juga orang-orang yang dekat denganmu?"
"Justru karena itulah, Putri, aku jadi tersiksa serasa neraka. Aku merasa dipasung oleh mereka. Aku seperti kuda, dipecut untuk terus berjalan. Bahkan berlari mengejar sesuatu yang tak pasti."
Putri Langit terdiam. Supria merasa tak enak hati pertemuan mereka direcoki kisah miris yang diungkapkannya sebagai bagian dari curahan hati.
"Maafkan aku, Putri. Aku sangat serakah ingin menguasai kebaikan hatimu."
"Jangan berkata seperti itu," ujar Putri Langit. "Semua makhluk sepertimu itu serakah. Tap,i tidak seharusnya kamu pun ikut-ikutan seperti mereka."
"Benar, Putri. Tapi, batinku tak akan pernah dapat tenang. Persoalan demi persoalan bemunculan, menumpuk segebung tanpa terakhiri," beber Supria.
"Sudahlah," suara Putri Langit melunak. "Aku kasihan padamu. Kemarilah, Lelakiku. Pegang tanganku. Ayo, ikut pergi bersamaku."
Lalu, Putri Langit membawa Supria terbang ke atas langit menerobos gemawan.
Di atas langit, tepatnya di Kerajaan Serba Ada, Supria diturunkan.
"Kita sudah sampai, Lelakiku," ujar Putri Langit. "Jangan sungkan untuk meminta."
Supria yang telah berada di ruang berdinding cahaya terlihat gugup. Tak disangkalinya kalau gemerlap langit membuatnya terkesima. Sungguh, kehidupannya di dunia fana merupakan aparadais. Tak ada keajaiban sesontak di sini, pikirnya. Sebuah dimensi yang bertolak belakang. Di Kerajaan Serba Ada ini semua serba mudah. Ketika Supria kehausan, tiba-tiba saja bermacam jenis minuman segar tersedia di hadapannya.
"Bagaimana?" tanya Putri Langit.
"Sungguh menakjubkan!" cetus Supria terkagum-kagum.
"Di dunia, kamu telah kehilangan suasana surga?"
Supria tersipu malu. Disingkirkannya gelas minuman dari hadapannya, lalu menatap Putri Langit dalam-dalam. "Aku ingin bercinta," desisnya.
Kali ini Putri Langit yang tersipu malu.
"Kenapa? Apa kamu menolak bercinta denganku?" kejar Supria.
"Tidak," sahut Putri Langit. "Justru aku membawamu ke sini untuk melupakan semua yang membebani pikiranmu."
Alangkah bahagianya Supria saat mendengar Putri Langit berkata seperti itu. Lalu, Supria menerima uluran tangan Putri Langit. Mereka lantas berpelukan. Di angkasa mereka seperti kapas yang bergelung dan berguling-guling. Tempo-tempo mereka menjelma bintang, berkelap-kelip di angkasa raya. Pada saat yang lain, mereka seperti dua cahaya meteor yang bertubrukan. Tubuh mereka memercikkan beribu cahaya. Begitu indah.
"Aku bahagia sekali, Putri."
"Aku senang kamu bisa bahagia."
"Aku ingin memilikimu selamanya."
Putri Langit mengendurkan pelukannya. "Serakah kemanusiaanmu muncul lagi. Mestinya kamu tak perlu mempunyai sifat seperti itu lagi."
"Di bumi aku tersiksa sekali. Aku seperti kuda, dipecut untuk selalu terus berjalan. Aku tak mau turun lagi, Putri. Aku ingin selalu bersamamu," alasan Supria.
"Jangan begitu, Lelakiku," sanggah Putri Langit. "Aku akan datang dan membawamu ke mana kamu suka, asal kamu tidak mementingkan dirimu sendiri."
"Apa benar begitu?" tanya Supria penasaran.
Putri Langit tak menyahut. Sebaliknya, ia membawa Supria turun ke bumi untuk melihat apa yang dikerjakan oleh orang-orang dekatnya. Siang atau malam, orang-orang yang berada di bumi tak melihat keberadaan Putri Langit atau Supria yang telah menjelma menjadi angin.
"Kamu kenal dengan orang itu, Lelakiku?" tanya Putri Langit sambil menunjuk ke salah seorang perempuan di belakang gerobak rokok. Supria menyimak takzim. "Hah, itu Winarti? Istriku! Sedang apa dia?" tanyanya heran.
"Lihat saja dulu, ke mana dia setelah ini," kata Putri Langit, menyoal keberadaan istri Supria di pinggir jalan. Dan, perempuan yang dikenal sebagai istrinya itu kini berjalan menuju halte bus. Sebuah bus kota muncul. Perempuan itu naik ke dalam bus kota bersama beberapa calon penumpang. Di dalam bus perempuan itu mengeluarkan alat musik serupa ketimpring dari dalam tasnya. Lalu perempuan itu menyanyi.
"Astaga, istriku mengamen?!"
"Nah, ternyata orang yang kamu anggap telah menyiksa dirimu, justru sebaliknya. Dia lebih tabah ketimbang dirimu," tukas Putri Langit.
Mata Supria tak berkedip. "Winarti! Winarti!" teriak Supria dari atas angkasa.
"Istrimu tidak akan mendengar atau melihatmu. Sebab kita sedang dalam wujud angin. Mau lihat yang lainnya?" tawar Putri Langit kemudian.
Supria mengangguk. Bahkan ia penasaran dengan benak baur ingin melihat semua kejadian pada saat dirinya berada di tempat lain.
"Ayo, Putri! Bawa aku ke tempat orang-orang yang aku kenal, dimana aku tak berada di dekat mereka saat ini."
"Dengan senang hati, Lelakiku," sambut Putri Langit seraya menuntun tangan Supria. Selanjutnya, mereka berkesiur ke pohon-pohon berdaun gimbal di tepi jalan - dimana biasanya orang-orang berteduh menyejukkan diri.
"Kamu lihat anak itu? Coba perhatikan siapa dia?" tanya Putri Langit sambil menunjuk ke salah seorang anak laki-laki yang sedang menyedot minyak tanah dari mobil tangki dengan menggunakan selang yang dimasukkan ke jirigen. Bocah kecil itu melakukannya di saat mobil tangki minyak itu terjebak lampu merah.
"Ya, Tuhan! Itu anakku! Itu anakku! Oh, sekecil itu dia sudah berada di jalan raya! Bagaimana ini, Putri?" keluh Supria semaput.
"Itulah. Ternyata anakmu pun tak mau tinggal diam terhadap kerasnya kehidupan ini. Meski di mata kita perbuatannya itu salah, tapi seperti yang aku bilang tadi, mereka juga sedang dirundung kesulitan. Mereka juga merupakan orang-orang susah. Bukan hanya kamu yang merasakan hal tersebut. Lihatlah, mereka - istri dan anakmu - ikut berandil dalam menata ke kehidupan yang lebih baik dan layak. Sikapilah dengan benar, Lelakiku. Bersyukurlah, anak dan istrimu sedang membangun prinsip-prinsip di dalam hidup ini."
Supria tercenung. Sebagai angin dia memilih bersemayam di dahan pohon. Bersembunyi dari hiruk-pikuk persoalan. Dia ingin berteriak tapi entah seperti apa desaunya. Tentu anak dan istrinya tak akan tahu kalau yang berkesiur di sekeliling mereka itu adalah sang suami, sang ayah yang telah berburuk sangka terhadap diri mereka.
"Mau lihat yang lainnya lagi?" tantang Putri Langit sambil menarik tangan Supria dari rerimbun pohon yang tumbuh di tepi jalan raya itu.
Supria menurut. Dia tak bisa menolak. Putri sudah berbuat baik, pikirnya. Maka dengan senang hati Supria mengikuti terus ke mana Putri Langit pergi walau harus meninggalkan raganya di tempat lain.
"Apakah kamu ingin melihat orang-orang yang kamu anggap telah berjasa di tempat tinggalmu, Supria?" tanya Putri Langit kemudian.
Supria manut mengakuri.
"Kamu tahu siapa dia?" tanya Putri Langit, menelusup sebagai angin melalui ventilasi sebuah hotel yang mereka datangi.
"Ya, aku kenal. Dia adalah seorang lurah di desaku. Tapi kenapa dia bersama perempuan yang bukan istrinya?" Supria berkata.
"Jangan bingung, Lelakiku," kata Putri Langit.
Lalu Putri Langit membawa Supria yang tengah bingung ke sebuah hotel lainnya. "Kamu kenal dengan perempuan yang ada di dalam kamar hotel itu?" tanya Putri Langit untuk yang kesekian kali.
"Oh, itu! Bukankah itu istri temanku? Mengapa dia berdua dengan lelaki yang bukan suaminya di dalam hotel? Ah, dunia apa ini, Putri?"
Tanpa menyahuti, Putri Langit menyeret separo paksa kekasih batinnya itu pergi melihat sesuatu yang belum dimafhuminya sama sekali. Tiap sebentar, mereka melewati daerah-daerah asing yang belum pernah dikunjungi Supria. Kedua makhluk yang menjelma angin itu berkesiur ke tenda-tenda cafe, melayang ke gedung-gedung tinggi, lantas berhenti sebentar di sudut-sudut ruang. Hampir semua pemandangan yang dilihat Supria sangat bertentangan dengan hati nurani.
"Dan yang ini," kata Putri Langit sambil menunjuk ke sebuah rumah yang terpisah dari perkampungan penduduk. "Kamu mungkin tak kenal dengan perempuan tua itu, tapi tentu mengenal baik perempuan muda yang sedang terbaring tersebut," lanjut Putri Langit setelah mereka masuk ke rumah separo gubuk tersebut melalui lubang angin di atas jendela.
Supria terkejut bukan main. Dia serasa tak percaya. "Astaga! Bukankah itu Punasokawati, anak tetanggaku? Oh, mengapa dia dalam keadaan setengah telanjang dengan kedua kaki direntangkan?"
"Dia mau aborsi!" sela Putri Langit.
"Apa itu aborsi?"
"Mengeluarkan jabang bayi dari rahimnya."
"Lho, bukankah Punasokawati itu belum bersuami?"
"Itulah! Karena salah pergaulan, dia hamil di luar nikah. Sekarang, dia bingung dan malu. Memutuskan menggugurkan bayi yang dikandungnya setelah tidak ada yang bertanggung jawab. Mungkin saat ini dia sendiri bahkan tidak tahu siapa ayah si Janin. Pacarnya bejibun. Cinta hanya dijadikannya sebagai bentuk permainan. Mengenaskan!"
Supria mundur. Dia mau muntah. Kepalanya berdenyut. Perutnya mual.
"Kenapa, Lelakiku?! Kamu kenapa?!"
Supria galau.
"Apa mau lihat yang lebih gila lagi?" tawar Putri Langit kemudian.
"Ti-tidak, tidak! Sudah Putri, jangan kamu teruskan lagi membawaku ke dalam kehidupan gila ini. Jangan lagi, Putri! Aku mohon, jangan lagi, Putri!"
Mendengar ocehan Supria yang gaduh tanpa sadar, Winarti, istri Supria yang galak dan cerewet itu terjaga dari tidurnya.
Siapa Putri?! pikirnya. Kurang ajar! kutuknya kemudian.
Hati sang Istri tiba-tiba terbakar api cemburu di pagi buta. Tanpa basa-basi lagi, sang Istri mengambil air dari dalam gentong lalu menyiramkan ke wajah suaminya.
"Dasar bajingan! Siapa Putri, heh! Siaaapaaa?!" teriak Winarti sambil menjambak rambut Supria dengan kasar sehingga suaminya itu terlempar dari atas tempat tidurnya.
Supria yang masih gugup dan bingung itu hanya melongong di lantai kamarnya, tak dapat menjelaskan duduk persoalannya. ©



BIODATA PENULIS
Gita Nuari, penulis muda kelahiran Jakarta, 12 Januari 1984 ini merupakan salah satu di antara segelintir pengarang yang kerap menelurkan karya bertema 'sastra'. Cerpen-cerpennya sudah tersebar di berbagai media nasional termasuk situs-situs fiksi di internet. Cerpen berjudul 'Putri Langit' pernah diterbitkan oleh suarakarya.com sebagai salah satu cerita terbaik. Berduet bersama Effendy Wongso, ia menghasilkan sebuah novel remaja yang berjudul 'The Moffatts Diaries: There's Sometihing About Denise' yang dimuat di cafenovel.com. Sebagai penulis yang dinamis dan berwawasan luas, ia memang punya potensi untuk menjadi penulis handal di masa-masa yang akan datang.

Jumat, 12 November 2010

Teringat


C                        G
Ku lihat kini…..dia terbaring…
D                           Bm
Terbungkus kain kafan putih suci murni…

C                                             G
Tangis dan jerit………… meratap dalam jiwa..
D                                   Bm
Semoga engkau diterima disisinya

Reff:   
C                       G
Teringat selalu teringat
            D             Bm
Saat kau masih ada disisiku…
C                             G                         D
Kasihnya yang tak terbalas hingga kini kau….
Bm
masih trsimpan dalam hati ku…

C                                   G
Selamt jalan ,…..kasih kini kau pergi
D                             Bm
Di batu nisan yang tergores biru
Cm
Semoga engkau diterima disisiku….

Rabu, 10 November 2010

Smillers Band

diriQ


KESADARAN KOE

Menangis aku di atas sajadah...
Menetas air mata,,,, berharu biru....
Segelintir doa selalu aku panjatkan,,,
Menjadi yang tebaik di antara yang lebih baik....
Menghujat rasa bersalah tanpa henti............
Memberi kesadaran yang di turunkan pada sang kholik,,,
Entah sampai kapan aku bergemuruh di antara percikan api yang membara,,
Sementara aku tau,,,alam lain telah menungguku......
Enggan rasanya aku menatap kedepan,,
Terlalu banyak jalan berliku yang siap menghadang,, menghantam,, menghardik serta mencambukku....
Ku tunggu uluran Tangan MU ILLAHI tuk genggam hati yang lama beku
Hingga manjadi lunak yang aku inginkan...
Kini aku mulai menyadari.....
Betapa aku kecil dimata - MU
Hingga aku begitu mencintai MU dengan perasaan yang amat sangat pada _ MU

Ya Allah

Y Allah,,Q pnyA pinTa...
bLa sWtu saAt Q jTh cnT,,pnUHi Lh htikU dgN biLngn cnT -MU yG tK trbTas byr rSa kU pd -MU tTp uTh...

Y Allah,,iZn kn bLa sWtu saAt Q jtUh cnT,,,
pLhn untkkU ss0rg yG hTi'y pnUh dgN rhmAt -MU,,
& mmbWt kU smkIn mNgGumi -MU.

Y Allah,,bLa swTu saAt Q jTh cnT,,,
prtmUkn Lh KmI,,
brI Lh KmI kSmPTn unTk Lbh mNdKti cnT -MU..

Y Allah,,pnTa ku trAkhr adLh s'ndæ'y Q jTh cnT,,
jgN prNh KAU pLing kN wjAh -MU dr kU,,
anUhgrAhknLh Q cnT -MU..
CnT yG tK prNh pU2s oLh wkT....

DIALOG BERSAMA SAJADAH

semoga bermanfaat bagi yg membaca'y...... hehe Amin


Pada suatu malam dimusim hujan yg sangat dingin ,, setelah melakukan berbagai kesibukan dunia,,, Rani tidur dgn pulas karena merasa capek dan letih.

Rani tergeletak diatas kasur. dia tenggelam dlm tidur yg sangat pulas sekali...
sebelum shubuh tiba, dia terbangun karna sangat haus sekali. lalu dia melangkah untuk meminum seteguk air. tiba2 terdengar pekikan suara yg keluar dari bumi. dia mencari-cari suara tersebut di sekeliling ruangan. tapi suara itu keburu menghilang.

Kemudian Rani melanjutkn langkah untuk mengambil seteguk air minum,, setelah itu kembali ke kasur. pekikan suara tadi terdengar kembali,, kali ini suara itu sangat keras sekali seolah olah suara tangisan. Rani meraba raba bumi dgn kedua tangan'y. sampai akhir'y dia mendapatkan "sajadah" nya, lalu suara itu berhenti.

Rani bertnya keheranan "apakah Engkau yg berteriak wahai sajadah ku????"
sajadah menjawab "benar !!! "
Rani bertanya " kenapa?"
sajadah menjawab "Rasa haus telah menyebabkan ku terbangun dan engkau tlh minum air dgn puas,, sedangkan Q sangat membutuhkan air dan tidak seorangpun yg memberikanku air"
Rani bertanya "apakah engkau menginginkan air???"
sajadah menjawab " tidak,,,, bukan air ini yg Q maksudkan ,,akan tetapi air mata hamba2 Allah yg bertaubatlah yg Q maksud."

Rani balik bertanya" lalu bagaimana Q bisa mendapatkan air yg engkau maksud??"
sajadah menjawab "Inilah yg menyebabkan Q menangis. maka bangunlah Wahai hamba Allah,, Sholatlah 2 rakaat dikegelapan malam sehingga menjadi penerangmu............. dlm kegelapan kubur.
ayoo bergegaslah karna waku sedikit lagi,sebentar lg azhan shubuh akan di kumandangkan."

Rani menjawab " tapi Q sangat Lelah dan capai,,,Engkaupun selalu melihat Q setiap hari ,,Q selalu pulang malam dalam keadaan penat."

Lalu Rani mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya........
Sajadah bekata " Wahai Hamba Allah apakah Engkau memenuhi kebutuhan duniamu dari pada memenuhi kebutuhan Agamamu???"

Rani bekata dgn kesal "DiamLah wahai sajadah!! Q berharap engkau tidak bersuara Lg. Q benar2 letih,,Q ingin tidur pulas "

Sajadah berkata dengan sedih " Oo...... oarng2 yg tidak bangun di waktu shubuh!!!!"
tidakkah engkau mendengar Sabda Nabi Muhamad: " Api neraka tdk akan menjilat seseorang yg sholat sebelum terbit'y Matahari dan sebelum terbenamnya." HR. Muslim

Hamba Allah terperanjak dari kelengahan'y,,Lalu bekata "Benar,,, sholat shubuh sangat penting sekali."

sajadah berkata "bangunlah wahai hamba Allah,bangunlah untuk melaksanakan sholat shubuh."
Rani menjawab "Insya Allah,, Mulai besok Q akan memulai'y.. sekarang tinggalkanlah Q karna Q sedang letih sekali."

Lalu sajadah bekata dgn nada menyesal "Wahai hamba Allah,besok di alam kubur engkau akan tdur sebanyak banyak'y dan engkau akan mengingat perkataanku."

Kemudian sajadah meninggalkan'y Rani pun tidur kembali. Namun apa yg terjadi?? Ia tidur untuk selama lama'y.dan pada saat itu nyawa'y telah dicabut oleh sang Pencipta.

Sajadah melantunkan Syair ketika mengetahui kematian Hamba Allah:
Wahai orang yang bejanji untuk bertaubat dihari Esok.....
Apakah Engkau yakin akan sampai kehari Esok.....
Seseorang menggantungkan hidupnya kepada angan-angan.....
padahal,kematian manusia telah ditentukan...
ketahuilah,, bahwa hari-hari usiamu hanyalah bilangan.........
Boleh jadi harimu ini merupakan akhir sebuah bilangan........

cErminkan diri Mu duLu

jLz terlihat,,,,,,,,,,tapi rumit tuk dijelaskan............
beban dipundak ini terlalu berat tuk kupikul sendiri....
tapi Allah Azza wAjalla tau,,,,siapa yang slh dan yg benar....!!!

Selama ini Q diam bukan karna aku salah..........
bukan karna munafik,, bukan juga Q tak peduli......
Aku hanya tidak ingin menghakimi seseorang yg menzholimi aku.

Aku diam bukan karna kalah.......
aku diam hanya ingin tau seberapa besar mereka2 membenciku....

mungkin Q tak pantas,,klo Q berdiri disini hanya untuk membela diri.
tapi sekarang aku bersuara
" Aku tLah sakit"
"Aku sudah murka"
"Aku sudah muak"

seberapa besar mereka2 mengenalku?????
bukankah mereka tau
Orang2 yg mencela seseorang sama hal'y mencela dri'y sendiri..............

Sudah saat'y aku merenung segala sesutu yg membuat'y merugi.
tapi silahkan mereka2 yg yg merugiku menjadi ancaman diri'y sendiri.
Aku hanya ingin yg terbaik dan terbaik

Aku bersuara....... "Inikah sesutu hal yg harus Q terima??"
Ohh tidak......... aku punya sejejeran orang yg ku sayang.
serendah mungkin... qku takkan pernah bisa hidup tanpa mereka

silahkan umumkan dirimu tentang siapa aku....
aku hanya ingin ungkapkan semua'y yg mereka anggap salah.

Aku.... Aku...... Aku...
bukan sesutu yg aneh bukan?????????


Marah ??
aku takkan pantas bila melakukan itu
Benci ??
untuk apa Aku begini, sedangkan yg mereka tau hanya sesuatu yg bathiL.


sEmoga aku hilang dari kehidupan mereka yg amat2 memurkai seseorang........................

HUFT..............................

" IZINKAN AKU JATUH CINTA"

" IZINKAN AKU JATUH CINTA"

 

Bismillah..

Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh..

" aku terlalu sulit untuk melupakannya mba,aku tak mau menikah dengan orang lain ,aku takut tak bisa mencintainya seperti aku mencintai dia."

" Lho kenapa dik,apa adik yakin orang yang adik cintai sekarang lebih baik dari orang yang akan jadi suami adik kelak ?? adik harus tau dia tak serius denganmu,untuk melamarmu saja dia seperti lari terus,hanya ingin berpacaran denganmu tapi tak mau menikahimu. Adik kira yang seperti ini mampu jadi Imam yang handal di keluargamu kelak ??"

===========================

Percakapan itu hanya sepenggal dari betapa banyaknya warna kehidupan tentang cinta. Dan begitu banyak juga muslim dan muslimah yang terjebak dalam makna cinta sekarang,tapi melupakan cinta yang akan membawanya pada keridhoan.

Ketika cinta sudah membutakan mata hati kita,kita lupa kalo kehidupan itu bukan hanya diam di waktu ini. Kita telah di lupakan arti cinta yang sesungguhnya,hanya karna kita hanya mencintai apa yang kita pandang sekarang bukan dengan cinta yang akan kita raih di masa depan.Contoh percakapan di atas harusnya membuat kita berfikir,kita selalu merasa mencintai seseorang yang menurut kita baik,sehingga apapun yang dia lakukan terhadap diri kita ataupun terhadap agama kita,meskipun itu salah kita akan membenarkan sikapnya.

Sulit !!! memang sulit untuk melupakan kehadirannya. Tapi coba buka mata hati kita,bila niat awalpun hanya untuk bermain-main agar ada yang nemenin sms an,nemenin jalan ke mall,atau agar kita gak di anggap jomblo karna ada rasa malu terhadap temen-temen,gak laku giru lho. Apakah hal seperti ini yakin akan membahagiakanmu kelak??

Coba pikirkan,saat kita terus mencintai orang yang belum tentu mau menikahi kita,di sisi lain ada orang yang sedang mencari ke ridhoan Allah untuk menikahi kita tapi kita menolak karna menunggu ketidak pastian. Pikirkan betapa ruginya diri kita??

Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk melupakan orang yang kita cintai sekarang,tapi cobalah berpikir terbuka,cinta yang bukan karna mencari ridho Allah hanya akan membawa kita ke jurang kenistaan,jurang kemaksiatan dan jurang penuh kotoran Zina.. Naudzubillah..

Sahabat, arti cinta yang sesungguhnya adalah cinta kita pada makhlukNya hanya sebagai Aplikasi kecintaan kita pada Sang Cinta.  Bila kita sudah tersentuh hati dengan aplikasi cintaNya,kita pasti akan malu pada diri,terlebih malu pada Allah. Tak ada cinta yang di barengi dengan kemaksiatan.

Indahkanlah cintamu,bawalah cintamu pada cintaNya. Karna cintamu lah yang akan membawa cintaNya padamu. Bila kau jatuh cinta,maka cintailah Dia untuk cintamu. Bila kau labuhkan cintamu,maka labuhkan cintamu pada Nya untuk keindahan cintamu. Jatuh kan lah cinta mu pada Sang Maha Cinta.

Wallahu'alam bi Shawwab.

Wanita Pedamba surga

oleh Mimbar Dakwah Islam pada 22 Oktober 2010 jam 15:36

Pesona akhlakmu bagai mutiara yang berkilauan
Halus tuturmu menggambarkan pribadi yang santun
Kecantikan hatimu laksana kapas tanpa noda
Kesejukan aura jiwamu seperti bidadari syurga
Kau hiasi dirimu dengan bingkaian akhlak islami
Semakin berwibawa karena auratmu terhijabi.

Saat wanita lain bergelimang kesenangan semu
Menari-nari di atas lantai dansa
Menenggak arak dalam gelas-gelas kristal
Engkau justru mengurung diri
Mentafakuri kehidupan akhirat yang masih ghaib
Mengembara dalam pencarian jati diri.

Di saat wanita lain asyik memilih busana trendi
Sibuk memoles tubuh dan wajah
Berlomba memamerkan aurat mereka
Engkau justru tampil bersahaja
Dalam balutan gamis dan kerudung panjang
Engkau sembunyikan auratmu
Agar tak terjamah pesona kecantikan itu
Dari mata-mata lelaki jalang.

Di saat wanita-wanita lain tertawa lepas
Menikmati euphoria tanpa batas
Menebar cinta basi pada lelaki
Engkau justru menangis dalam sujud
Mendaki taubat dalam bukit tahajud
Mengemis ampunan pada Penggenggam nyawa
Menutup lisan dari bicara sia-sia.

Di saat wanita-wanita lain mengidolakan
Miyabi, Britney Spears, Celine Dion, Maddona
Engkau mengidolakan Khadijah, Maryam, Asiyah, Fatimah
Di saat wanita lain bangga aibnya terbuka
Puas jika namanya di puja-puja
Engkau justru mengasingkan diri dari gemerlap dunia
Merahasiakan kebaikan yang kau lakukan pada sesama
Karena takut jatuh pada perbuatan riya'.

Di saat wanita-wanita lain menghabiskan waktu di plaza
Menghamburkan materi dengan sia-sia
Engkau justru menghabiskan waktumu di mushola
Menguatkan zikir dan memuja asma-Nya.
Merenda istigfar di atas sajadah cinta.

Di saat wanita-wanita lain hanyut dalam pesona zaman
Bercengkerama liar dengan segala kemewahan
Sibuk memuja artis-artis idaman
Engkau justru sibuk mengkaji ilmu
Mendakwahkan agama Islam tanpa ragu
Berjibaku dengan segala kesulitan
Meneriakkan kalimat jihad militan.

Di saat wanita-wanita lain sibuk menenteng majalah erotis
Menggumbar gosip sesama secara sadis
Engkau justru teguh pada Al-Qur'an dan hadisYang kau jadikan pegangan hidup
Agar iman di dadamu tidak redup.

Wanita pendamba syurga...
Agungnya akhlakmu berselimut mutiara
Pada rahimmu kelak generasi-generasi agama
Akan Allah amanahkan
Engkau calon madrasah pertama
Saat mujahid-mujahid terlahir di dunia


IBU

bu......................
tergenang air mataku
terbayang wajahmu
yang redup sayu........
kudusnya kasih
yang kau hamparkan
bagaikan Laut
yang tak bertepian........

ibu.................................
kasih sayangmu
sungguh bernilai
itulah harta
yang kau berikan............

ya Allah..............
ampunilah dosa ibu,,,,,,,
yang telah melahirkanku
semoga ibu bahagia
di dunia dan di akhirat
AMIN